Selasa, 10 Juli 2018

Pendidikan 2018


Tulisan ini dibuat murni curhatan, gak ada maksut menebar kebencian atau apapun.


Bicara soal pendidikan, 
gue termasuk orang yang sangat peduli dengan perjalanan pendidikan walaupun....yagitudeh gak bisa gue artiin. (muak bgt si gue ngmg a b c d e, tapi belum ada kontribusi apapun)

Tapi gue sadar, pendidikan adalah investasi jangka panjang bangsa yang lebih penting dari apapun, bahkan lebih penting dari infrastruktur walaupun nantinya masa depan gue akan lebih banyak bergerak di bidang infrastruktur.


Kaya percuma aja secanggih dan sekeren apapun infrastruktur yang ada, kalau SDM di bangsa ini ga imbang dengan kemajuannya yah sia2. 
Kalau kata dosen gue sih "the man behind the gun". Coba aja pahamin sendiri maksutnya, biar sambil mikir dikit hehe._.v

Bicara soal riset, saat ini Indonesia menempati urutan ke 57 dari total 65 negara berdasarkan world education ranking. (Dilansir dari the guardian)
Dengan nilai terendah pada bidang matematika 371, disusul bidang Ilmu Pengetahuan Alam 383 dan tertinggi di membaca sebesar 402.

Melihat hal ini gue pribadi miris, dan mikir berulang ulang kali kaya :


Gimana bisa sih negara gue yang saat ini menempati urutan ke 5 sebagai negara dengan jumlah sarjana terbanyak di dunia (prediksi OECD tahun 2020) tapi pendidikannya dikatakan (sorry) buruk? Salah kita dimana? Sumber daya manusia yg kurang kompeten? Sistem yang terlampau rumit? Government dan aliran dananya yang tidak transparan?

Ini pandangan gue sebagai orang biasa.

1. Sumber Daya Manusia.
Ada beberapa komponen SDM yang mengambil peranan penting di dunia pendidikan ini. Data ini saya dapat dari RPP BAB XII tahun 2005 pasal 139 dan 140 bahwasanya terbagi menjadi 2 komponen yaitu :
- Pendidik mencakup guru, dosen, konselor, tutor, pelatih, etc yang berfungsi sebagai agen pembelajaran peserta didik.
- Tenaga Kependidikan mencakup tenaga administrasi/perpustakaan/lapangan/laboratorium etc yang berfungsi sebagai pembantu sistem pembelajaran.

Pandangan gue pribadi, sejauh ini masalahnya adalah jumlah.
Okay, kali ini masalahnya bukan kekurangan SDM, justru sebaliknya.

No offense, banyak banget temen gue yang ambil kuliah pendidikan dan data yang gue dapat ini cukup mencengangkan dimana lulusan sarjana kependidikan diperkirakan mencapai 300.000 orang per tahun. Sedangkan kebutuhan guru hanya sekitar 40.000 orang per tahun. 

Akibatnya? over supply.  

Pemerintah pada akhirnya mengeluarkan berbagai macam kebijakan mulai dari sertifikasi yang namanya LPTK kalau gue gak salah. (kalau salah maaf)
Sertifikasi ini dibutuhkan, untuk menjamin berbagai macam tunjangan.
Hal ini sedikit banyak menjadi faktor pendukung oknum yang menjadikan profesi ini bukan lagi semata-mata pengabdian, tapi ajang untuk kemantapan masa depan pribadi.
Sadly, kecurangan banyak banget terjadi dalam kasus ini. Gimana bisa orang yang nantinya akan jadi panutan untuk generasi baru tapi melakukan penipuan pada dirinya sendiri?


Jadi please, pilihlah amanah ini semata-mata dengan tujuan mulia "mencerdaskan penerus bangsa", mendukung tercapainya tujuan negara dalam pembukaan UUD45.
C'mon guys kalau mau cari duit sebanyak-banyaknya kalian masuk engineering aja, negara kita masih butuh 120.000 engineer buat bangun ribuan KM jalan tol dan ribuan megawatt listrik. Masa harus impor dari luar negri terus?


Guru dikota besar yang mengalami penumpukan baik PNS ataupun non, nyatanya engan untuk pindah ke desa yang mana sangat membutuhkan dedikasi mereka. Ini yang menjadi faktor pemicu meningkatnya margin kualitas pendidikan di desa dan kota. 
Masalah ini yang sampai saat ini belum terpecahkan, yaitu penyamarataan pendidikan di seluruh Indonesia.
Mirisnya lagi, banyak guru yang lebih milih untuk bekerja sebagai guru bimbingan belajar di lembaga-lembaga swasta nih, alasannya lagi-lagi karna kesejahteraan.
Di Indonesia banyak banget tempat BIMBEL a-z, tapi gue adalah salah satu yang tidak pro terhadap industri ini. Karena menurut gue ini salah satu faktor penunjang bobroknya sistem sekolah di Indonesia, pernah mikir gaksih tujuan kita sekolah untuk apa? Mengembangkan potensi kita atau mengikuti aturan yang ada di dalamnya? Lebih lengkapnya bakal gue bahas di poin 2.


PS : untuk poin 2 segera menyusul, sabar ya jangan dijudge dulu argumen ini. Nanti alasan lebih jelasnya akan gue paparkan. Tapi, butuh waktu buat gue ngumpulin riset dulu dari beberapa jurnal sistem pendidikan dan pemerintahan baik di Indonesia ataupun di beberapa negara lain.
Tulisan ini dibuat ditengah kesibukan controling project perdana setelah jadi sarjana teknik hehehe
Curhat dikit, sebenarnya masih pusing dan takut. 
Takut karena ini mega project yang ngerjainnya harus hati2 soalnya super bahaya kalau terjadi sesuatu sama pabrik kimia yang udah jadi situs nasional Indonesia ini, kebetulan di subkon ini masih ada posisi yang kosong.
Jadi gue harus double job engineering dan QC inspector.
Literally, itu job yang sangat bertolak belakang, karena yang satu perencana dan pelaksana.
Pusing tapi enjoy aja, beberapa hari pertama emg adaptasinya sulit karena tiap hari lembur dan dikantor ceweknya cuma 2 orang.
Tapi bersyukur punya partner kerja yang asik, manajer sampe direktur yang gak neko-neko.
Melihat pengalaman banyak orang yang gak betah di kantor karena partnernya annoying, insha Allah gue disini akan betah lama walaupun cuma subkontraktor menengah.
Maunya terus belajar sebanyak mungkin dunia persipilan yang ketika terjun, gue shock berat ilmu kuliah ga ada setengahnya hahahaha
Bismillah, terimakasih ya Allah sudah diberikan awal yang baik semoga kedepannya akan lebih baik.
Jangan berhenti usaha dan berdoa.

Jumat, 01 Juni 2018

1 Juni 2018


Hari ini di Negaraku diperingati sebagai hari lahir Pancasila.
Entah bagaimana generasi penerus bangsa menyikapi hari penting untuk negara ini.
Yang sampai-sampai karena kesakralannya, hari ini ditetapkan sebagai hari libur nasional.
Untuk kalian generasi penerus bangsa yg lahir pada tahun 90an, tentu tahun ini adalah tahun produktif kalian.
Dimana pada usia ini kalian bisa mengeksplor banyak mimpi, banyak argumentasi, atau bahkan mempersuasifkan semua hal yang kalian suka atau benci pada dunia.
Bagaimana cara kalian mengisi hari ini? Apa ada satu hal yang kalian lakukan untuk Pancasila di hari kelahirannya ini?

Pancasila sejatinya adalah ideologi atau jati diri bangsa kita.
Terdiri dari 5 butir sila yang semua tujuan utamanya adalah mempersatukan bangsa.
Tapi sadarkah kita bahwa sila itu disusun berurut sesuai dengan prioritas?
Sadarkah kita bahwa saat ini hampir satu abad Indonesia merdeka, tapi kita masih berkutik di sila pertama sampai mengabaikan jika masih ada 4 sila selanjutnya.
Nyatanya bangsa kita belum mengakui adanya "Ketuhanan yang maha esa." di Negara kita sendiri.
Semua isu yang ada selalu disangkutpautkan dengan agama, sehingga pada akhirnya menimbulkan perpecahan dari banyak pihak.
Setelah perpecahan, yang dirugikan tentu bukan hanya golongan atau kaum tertentu.
Negara yang dirugikan, keamanan negara terancam, masyarakat yang saling membenci dan jari netizen yang semakin kejam.

Padahal jelas sudah bahwa Tuhan ada di hati kita, terserah bagaimana cara kita meyakini-Nya.
Tuhanku dan Tuhanmu adalah sama, yang berbeda hanyalah nama.
Kita sadar betul itu, tapi mengapa sampai hari ini masih banyak yang belum bisa mensakralkan hal ini?
Sudahlah teman, ada empat sila lain yang juga butuh perhatian dari kita.
Mari move on dari sekedar berbicara soal agama mana yang lebih baik.
Nyatanya musuh terbesar bangsa ini adalah orang-orang apatis, netizen yang jarinya kejam dan manusia yang berlagak paling mencintai Tuhannya.

Terimakasih, semangat teman seperjuangan. 
Saya pun merasa belum berkontribusi besar untuk negara ini, tapi bisakah kita memulai dengan tidak memperkeruh suasana?
Tulisan ini di dasari atas kekesalan akan isu yang terjadi hari ini di Kota saya.
Katanya, ada teror bom di Stasiun pada bulan yang di rahmati ini.

Jumat, 16 Februari 2018

Siapa, Dia.

Senja itu mengerti,
sampai dimana batas kesabaranku ketika harus mencinta dalam diam.

Rangkasbitung, 21 September 2017.

Jika ada yang ingin aku salahkan atas cerita ini hanyalah waktu.
Aku bukan lagi aku, saat menatap matamu sore itu.
Rindu, pertemuan terakhir kita sepekan lalu.
Tak ada yang berubah, warna kulitmu saja, perasaan tetap sama.

Senyumanmu yang ku sebut candu, yakin suatu hari nanti akan menetas ku sebut rindu.
Tertawa menyambutku, yang tak mengerti dengan hidupmu yang selalu penuh kejutan.
Cara melangkahmu, bentuk rambutmu, khas senyumanmu siap ku rekam.
Ku pejamkan mata, berusaha menyimpan semuanya.
Jika nanti benar tak akan ku lihat lagi, setidaknya kau masih terekam dalam memori.

Senyummu sore itu seolah pertanda ucapan everythings gonna be okay lagi lagi kau siratkan.
Meski ku tau, kau pun sadar keadaan saat ini.
Angin dan senja seolah menjelma dengan sengaja menjadi kolaborasi keindahan alam yang bisa ku rekam bersama memori tentangmu.

Ingat kata terakhir yang ku katakan selalu.
Aku benci menjadi dia dalam hubunganmu.
Dan ku paham kau selalu hancur mendengar itu.
Meski tak kamu katakan, tatapan matamu berbicara. Aku tau kamu.

Malam itu pukul 8 waktu indonesia bagian barat sepanjang jalan basah, 
Menyisakan rindu yang sebentar lagi menyesap.
Aku pamit sayang,
semoga hubungan bahagia yang di impikan seluruh pasangan di dunia.
Bisa kamu rasakan.
Seperti kau bilang, manusia hanya bisa berusaha,
Kurasa usaha kita sudah cukup.
dan biarkan Tuhan memainkan kuasanya saat ini.

Di kereta Rangkasbitung-Serang,
sepanjang jalan tak ada yang istimewa kecuali jalan yang makin menggelap.
Tapi aku bersyukur,
perlahan ku sembunyikan kamu dalam pekat gelap.


Kramatwatu, 17 Februari 2017.

Kamu yang sudah hilang, menjelma jadi sosok lain.
Mau apa? ternyata belum usai.
Untuk kembali lagi dengan kisah yang seperti ini ini saja.

Jumat, 12 Januari 2018

Jika Kamu Pemilik Hati, Jangan Sembunyi.

Sabtu itu,
dalam warna bahagia.
Dengan lancang sesuatu mengetuk.
Meleburkan jutaan warna satu persatu.
Ungu, nila, biru, hijau dan lainnya perlahan memudar. Gelap.

Logika memaksa aku untuk mengakui,
ini terakhir kali.
Saat menatap dua bola matamu di ujung pagar rumah.
Hati bersikeras, menolak nurani.
Berkata jangan.
Ku buka kembali.
Ku obrak abrik.
Tapi tak juga ditemukan.

Maka izinkan aku bertanya lagi,
tuk terakhir sebelum hitam menutupi semua warna.

Dimana Hatimu?

Pendidikan 2018


Tulisan ini dibuat murni curhatan, gak ada maksut menebar kebencian atau apapun.


Bicara soal pendidikan, 
gue termasuk orang yang sangat peduli dengan perjalanan pendidikan walaupun....yagitudeh gak bisa gue artiin. (muak bgt si gue ngmg a b c d e, tapi belum ada kontribusi apapun)

Tapi gue sadar, pendidikan adalah investasi jangka panjang bangsa yang lebih penting dari apapun, bahkan lebih penting dari infrastruktur walaupun nantinya masa depan gue akan lebih banyak bergerak di bidang infrastruktur.


Kaya percuma aja secanggih dan sekeren apapun infrastruktur yang ada, kalau SDM di bangsa ini ga imbang dengan kemajuannya yah sia2. 
Kalau kata dosen gue sih "the man behind the gun". Coba aja pahamin sendiri maksutnya, biar sambil mikir dikit hehe._.v

Bicara soal riset, saat ini Indonesia menempati urutan ke 57 dari total 65 negara berdasarkan world education ranking. (Dilansir dari the guardian)
Dengan nilai terendah pada bidang matematika 371, disusul bidang Ilmu Pengetahuan Alam 383 dan tertinggi di membaca sebesar 402.

Melihat hal ini gue pribadi miris, dan mikir berulang ulang kali kaya :


Gimana bisa sih negara gue yang saat ini menempati urutan ke 5 sebagai negara dengan jumlah sarjana terbanyak di dunia (prediksi OECD tahun 2020) tapi pendidikannya dikatakan (sorry) buruk? Salah kita dimana? Sumber daya manusia yg kurang kompeten? Sistem yang terlampau rumit? Government dan aliran dananya yang tidak transparan?

Ini pandangan gue sebagai orang biasa.

1. Sumber Daya Manusia.
Ada beberapa komponen SDM yang mengambil peranan penting di dunia pendidikan ini. Data ini saya dapat dari RPP BAB XII tahun 2005 pasal 139 dan 140 bahwasanya terbagi menjadi 2 komponen yaitu :
- Pendidik mencakup guru, dosen, konselor, tutor, pelatih, etc yang berfungsi sebagai agen pembelajaran peserta didik.
- Tenaga Kependidikan mencakup tenaga administrasi/perpustakaan/lapangan/laboratorium etc yang berfungsi sebagai pembantu sistem pembelajaran.

Pandangan gue pribadi, sejauh ini masalahnya adalah jumlah.
Okay, kali ini masalahnya bukan kekurangan SDM, justru sebaliknya.

No offense, banyak banget temen gue yang ambil kuliah pendidikan dan data yang gue dapat ini cukup mencengangkan dimana lulusan sarjana kependidikan diperkirakan mencapai 300.000 orang per tahun. Sedangkan kebutuhan guru hanya sekitar 40.000 orang per tahun. 

Akibatnya? over supply.  

Pemerintah pada akhirnya mengeluarkan berbagai macam kebijakan mulai dari sertifikasi yang namanya LPTK kalau gue gak salah. (kalau salah maaf)
Sertifikasi ini dibutuhkan, untuk menjamin berbagai macam tunjangan.
Hal ini sedikit banyak menjadi faktor pendukung oknum yang menjadikan profesi ini bukan lagi semata-mata pengabdian, tapi ajang untuk kemantapan masa depan pribadi.
Sadly, kecurangan banyak banget terjadi dalam kasus ini. Gimana bisa orang yang nantinya akan jadi panutan untuk generasi baru tapi melakukan penipuan pada dirinya sendiri?


Jadi please, pilihlah amanah ini semata-mata dengan tujuan mulia "mencerdaskan penerus bangsa", mendukung tercapainya tujuan negara dalam pembukaan UUD45.
C'mon guys kalau mau cari duit sebanyak-banyaknya kalian masuk engineering aja, negara kita masih butuh 120.000 engineer buat bangun ribuan KM jalan tol dan ribuan megawatt listrik. Masa harus impor dari luar negri terus?


Guru dikota besar yang mengalami penumpukan baik PNS ataupun non, nyatanya engan untuk pindah ke desa yang mana sangat membutuhkan dedikasi mereka. Ini yang menjadi faktor pemicu meningkatnya margin kualitas pendidikan di desa dan kota. 
Masalah ini yang sampai saat ini belum terpecahkan, yaitu penyamarataan pendidikan di seluruh Indonesia.
Mirisnya lagi, banyak guru yang lebih milih untuk bekerja sebagai guru bimbingan belajar di lembaga-lembaga swasta nih, alasannya lagi-lagi karna kesejahteraan.
Di Indonesia banyak banget tempat BIMBEL a-z, tapi gue adalah salah satu yang tidak pro terhadap industri ini. Karena menurut gue ini salah satu faktor penunjang bobroknya sistem sekolah di Indonesia, pernah mikir gaksih tujuan kita sekolah untuk apa? Mengembangkan potensi kita atau mengikuti aturan yang ada di dalamnya? Lebih lengkapnya bakal gue bahas di poin 2.


PS : untuk poin 2 segera menyusul, sabar ya jangan dijudge dulu argumen ini. Nanti alasan lebih jelasnya akan gue paparkan. Tapi, butuh waktu buat gue ngumpulin riset dulu dari beberapa jurnal sistem pendidikan dan pemerintahan baik di Indonesia ataupun di beberapa negara lain.
Tulisan ini dibuat ditengah kesibukan controling project perdana setelah jadi sarjana teknik hehehe
Curhat dikit, sebenarnya masih pusing dan takut. 
Takut karena ini mega project yang ngerjainnya harus hati2 soalnya super bahaya kalau terjadi sesuatu sama pabrik kimia yang udah jadi situs nasional Indonesia ini, kebetulan di subkon ini masih ada posisi yang kosong.
Jadi gue harus double job engineering dan QC inspector.
Literally, itu job yang sangat bertolak belakang, karena yang satu perencana dan pelaksana.
Pusing tapi enjoy aja, beberapa hari pertama emg adaptasinya sulit karena tiap hari lembur dan dikantor ceweknya cuma 2 orang.
Tapi bersyukur punya partner kerja yang asik, manajer sampe direktur yang gak neko-neko.
Melihat pengalaman banyak orang yang gak betah di kantor karena partnernya annoying, insha Allah gue disini akan betah lama walaupun cuma subkontraktor menengah.
Maunya terus belajar sebanyak mungkin dunia persipilan yang ketika terjun, gue shock berat ilmu kuliah ga ada setengahnya hahahaha
Bismillah, terimakasih ya Allah sudah diberikan awal yang baik semoga kedepannya akan lebih baik.
Jangan berhenti usaha dan berdoa.

1 Juni 2018


Hari ini di Negaraku diperingati sebagai hari lahir Pancasila.
Entah bagaimana generasi penerus bangsa menyikapi hari penting untuk negara ini.
Yang sampai-sampai karena kesakralannya, hari ini ditetapkan sebagai hari libur nasional.
Untuk kalian generasi penerus bangsa yg lahir pada tahun 90an, tentu tahun ini adalah tahun produktif kalian.
Dimana pada usia ini kalian bisa mengeksplor banyak mimpi, banyak argumentasi, atau bahkan mempersuasifkan semua hal yang kalian suka atau benci pada dunia.
Bagaimana cara kalian mengisi hari ini? Apa ada satu hal yang kalian lakukan untuk Pancasila di hari kelahirannya ini?

Pancasila sejatinya adalah ideologi atau jati diri bangsa kita.
Terdiri dari 5 butir sila yang semua tujuan utamanya adalah mempersatukan bangsa.
Tapi sadarkah kita bahwa sila itu disusun berurut sesuai dengan prioritas?
Sadarkah kita bahwa saat ini hampir satu abad Indonesia merdeka, tapi kita masih berkutik di sila pertama sampai mengabaikan jika masih ada 4 sila selanjutnya.
Nyatanya bangsa kita belum mengakui adanya "Ketuhanan yang maha esa." di Negara kita sendiri.
Semua isu yang ada selalu disangkutpautkan dengan agama, sehingga pada akhirnya menimbulkan perpecahan dari banyak pihak.
Setelah perpecahan, yang dirugikan tentu bukan hanya golongan atau kaum tertentu.
Negara yang dirugikan, keamanan negara terancam, masyarakat yang saling membenci dan jari netizen yang semakin kejam.

Padahal jelas sudah bahwa Tuhan ada di hati kita, terserah bagaimana cara kita meyakini-Nya.
Tuhanku dan Tuhanmu adalah sama, yang berbeda hanyalah nama.
Kita sadar betul itu, tapi mengapa sampai hari ini masih banyak yang belum bisa mensakralkan hal ini?
Sudahlah teman, ada empat sila lain yang juga butuh perhatian dari kita.
Mari move on dari sekedar berbicara soal agama mana yang lebih baik.
Nyatanya musuh terbesar bangsa ini adalah orang-orang apatis, netizen yang jarinya kejam dan manusia yang berlagak paling mencintai Tuhannya.

Terimakasih, semangat teman seperjuangan. 
Saya pun merasa belum berkontribusi besar untuk negara ini, tapi bisakah kita memulai dengan tidak memperkeruh suasana?
Tulisan ini di dasari atas kekesalan akan isu yang terjadi hari ini di Kota saya.
Katanya, ada teror bom di Stasiun pada bulan yang di rahmati ini.

Siapa, Dia.

Senja itu mengerti,
sampai dimana batas kesabaranku ketika harus mencinta dalam diam.

Rangkasbitung, 21 September 2017.

Jika ada yang ingin aku salahkan atas cerita ini hanyalah waktu.
Aku bukan lagi aku, saat menatap matamu sore itu.
Rindu, pertemuan terakhir kita sepekan lalu.
Tak ada yang berubah, warna kulitmu saja, perasaan tetap sama.

Senyumanmu yang ku sebut candu, yakin suatu hari nanti akan menetas ku sebut rindu.
Tertawa menyambutku, yang tak mengerti dengan hidupmu yang selalu penuh kejutan.
Cara melangkahmu, bentuk rambutmu, khas senyumanmu siap ku rekam.
Ku pejamkan mata, berusaha menyimpan semuanya.
Jika nanti benar tak akan ku lihat lagi, setidaknya kau masih terekam dalam memori.

Senyummu sore itu seolah pertanda ucapan everythings gonna be okay lagi lagi kau siratkan.
Meski ku tau, kau pun sadar keadaan saat ini.
Angin dan senja seolah menjelma dengan sengaja menjadi kolaborasi keindahan alam yang bisa ku rekam bersama memori tentangmu.

Ingat kata terakhir yang ku katakan selalu.
Aku benci menjadi dia dalam hubunganmu.
Dan ku paham kau selalu hancur mendengar itu.
Meski tak kamu katakan, tatapan matamu berbicara. Aku tau kamu.

Malam itu pukul 8 waktu indonesia bagian barat sepanjang jalan basah, 
Menyisakan rindu yang sebentar lagi menyesap.
Aku pamit sayang,
semoga hubungan bahagia yang di impikan seluruh pasangan di dunia.
Bisa kamu rasakan.
Seperti kau bilang, manusia hanya bisa berusaha,
Kurasa usaha kita sudah cukup.
dan biarkan Tuhan memainkan kuasanya saat ini.

Di kereta Rangkasbitung-Serang,
sepanjang jalan tak ada yang istimewa kecuali jalan yang makin menggelap.
Tapi aku bersyukur,
perlahan ku sembunyikan kamu dalam pekat gelap.


Kramatwatu, 17 Februari 2017.

Kamu yang sudah hilang, menjelma jadi sosok lain.
Mau apa? ternyata belum usai.
Untuk kembali lagi dengan kisah yang seperti ini ini saja.

Jika Kamu Pemilik Hati, Jangan Sembunyi.

Sabtu itu,
dalam warna bahagia.
Dengan lancang sesuatu mengetuk.
Meleburkan jutaan warna satu persatu.
Ungu, nila, biru, hijau dan lainnya perlahan memudar. Gelap.

Logika memaksa aku untuk mengakui,
ini terakhir kali.
Saat menatap dua bola matamu di ujung pagar rumah.
Hati bersikeras, menolak nurani.
Berkata jangan.
Ku buka kembali.
Ku obrak abrik.
Tapi tak juga ditemukan.

Maka izinkan aku bertanya lagi,
tuk terakhir sebelum hitam menutupi semua warna.

Dimana Hatimu?